Sunday, December 26, 2010

Tentang Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer

Pendapat DPR RI dan Pemerintah Tentang Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer

 
 
Berdasarkan Laporan Singkat Rapat Intern Panja Gabungan Komisi II, Komisi VIII, dan Komisi X DPR RI tentang Penyelesaian Pengangkatan Tenaga Honorer pada Hari Jum’at, tanggal 19 April 2010 menyimpulkan bahwa:
 
I.        Tenaga Honorer yang telah memenuhi syarat sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 Tahun 2007, namun tercecer, terselip, tertinggal. Kriterianya adalah:
1.      Penghasilannya dibiayai dari APBN/APBD.
2.      Bekerja di Instansi Pemerintah.
3.      Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
4.      Masa kerja minimal 1 ( satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus.
5.      Usia tidak lebih dari 46 tahun pada 1 Januari 2006,
(DISETUJUI, untuk diangkat tanpa test, hanya melalui verfikasi dan validasi, prioritas Tahun 2010).
 
II.     Tenaga Honorer yang telah memenuhi syarat sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 tahun 2007, namun tidak bekerja di instansi Pemerintah. Kriterianya adalah:
1.      Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
2.      Dibiayai oleh APBN/APBD.
3.      Masa kerja minimal 1 ( satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus.
4.      Usia tidak lebih dari 46 tahun pada 1 Januari 2006.
5.      Tidak bekerja pada instansi pemerintah.
(DISETUJUI, untuk diangkat tanpa test, hanya melalui verfikasi dan validasi).
 
III.   Tenaga Honorer yang diangkat oleh Pejabat yang tidak berwenang, dibiayai bukan oleh APBN/APBD. Kriteriannya adalah:
1.      Diangkat oleh pejabat yang tidak berwenang.
2.      Dibiayai bukan oleh APBN/APBD.
3.      Bekerja di instansi pemerintah.
4.      Masa kerja minimal 1 ( satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus.
5.      Usia tidak lebih dari 46 tahun pada 1 Januari 2006.
(DISETUJUI, untuk diangkat tanpa test, hanya melalui verfikasi dan validasi). Bagi yang tidak berhasil menjadi CPNS dengan Opsi I, II, dan III akan diselesaikan dengan pendekatan kesejahteraan.
 
IV.  Tenaga Honorer yang diangkat oleh Pejabat yang tidak berwenang, bekerja di Instansi bukan pemerintah, dibiayai bukan oleh APBN/APBD (khusus Guru). Kriterianya adalah:
1.      Diangkat oleh pejabat yang tidak berwenang.
2.      Dibiayai bukan oleh APBN/APBD.
3.      Bekerja bukan di instansi pemerintah.
4.      Masa kerja minimal 1 ( satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak terputus.
5.      Usia tidak lebih dari 46 tahun pada 1 Januari 2006.
(Akan diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri dengan pendekatan status dan kesejahteraan).
 
V.     Tenaga Honorer yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang, dibiayai oleh APBN/ APBD (Penyuluh Pertanian, Kesehatan, tenaga honorer di sekretariat KORPRI). Kriterianya adalah:
1.      Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
2.      Dibiayai oleh APBN/APBD.
3.      Bekerja di Instansi pemerintah.
(Diusulkan, diangkat untuk mengisi CPNS akan diselesaikan dengan pendekatan status dan kesejahteraan, diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri).
 
A.     PENDAPAT PEMERINTAH: Pada Rapat Gabungan Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kepala BKN, dan Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi pada hari Senin, 26 April 2010 , Menteri Negara PAN dan Reformasi Birokrasi E.E Mangindaan atas nama pemerintah menyatakan bahwa: Dengan memperhatikan pendapat Panitia Kerja Gabungan Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X DPR RI serta memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi (RB) telah melakukan rapat koordinasi terakhir pada tanggal 23 April 2010 yang dihadiri oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, BKN, BPKP dan BPS di kantor Kementerian PAN dan RB, yang hasilnya sebagai berikut:

a.       Berdasarkan data yang masuk ke BKN dari Instansi Pemerintah, tenaga honorer yang dianggap memenuhi syarat sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2005 dan PP No. 43 Tahun 2007, namun tercecer, terselib, dan tertinggal:

Kategori
Jumlah
Solusi
a.   Diangkat oleh pejabat yang berwenang
b.   Bekerja di Instansi pemerintah.
c.   Penghasilannya dibiayai dari APBN/APBD.
d.   Masa kerja minimal 1 tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus-menerus.
e.   Berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006.
197.678
(Data BKN per 14 April 2010)
1.      Dilakukan verfikasi dan validasi data (direncanakan selama 8 bulan, dimulai setelah APBN-P dicairkan). Asumsi pelaksanaan pelaksanaan verifikasi dan validasi dimulai bulan Agustus 2010 – Maret 2011.

Pertimbangan:
“Berdasarkan pengalaman pendataan tahun 2005 dengan waktu 8 bulan masih banyak yang tercecer”.
2.      Hasil Verfikasi dan validasi diumumkan ke publik selama 1 (satu) bulan setelah verfikasi dan validasi selesai oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) secara transparan.

3.      Penyempurnaan/revisi setelah hasil pengumuman PPK diberi waktu 1 (satu) bulan dan disampaikan ke Tim Verifikasi dan Validasi/BKN.

4.      Tim Verifikasi dan Validasi data melaporkan jumlah tenaga honorer yang pasti kepada Men. PAN & RB untuk selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan agar direncanakan belanja pegawai.

5.      Setelah mendengar pendapat Menteri Keuangan, mengenai ketersediaan anggaran belanja pegawai, Men PAN & RB mengalokasikan formasi.
6.      Selanjutnya proses pemberkasan/ penetapan NIP bagi tenaga honorer yang lolos verifikasi dan validasi.

b.      Tenaga honorer yang memenuhi syarat sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 dan PP Nomor 43 Tahun 2007, TIDAK bekerja di instansi pemerintah. (Sebagai contoh: Guru Bantu di DKI Jakarta yang diangkat oleh Mendiknas ditempatkan di sekolah swasta, namun belum dapat diangkat mengingat kebutuhan guru pada sekolah negeri di DKI Jakarta sudah terpenuhi).

Kategori
Jumlah
Solusi
a.   Diangkat oleh pejabat yang berwenang (guru bantu oleh Mendiknas)
b.  Bekerja tidak di Instansi pemerintah (sekolah swasta)
c.   Penghasilannya dibiayai dari APBN
d.  Masa kerja minimal 1 tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus-menerus.
e.   Berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006.
5.966 orang
1.    Dari 6.743 guru bantu DKI Jakarta yang telah diberikan formasi, dan akan diproses sejumlah 777 guru bantu yang kualifikasi pendidikan sesuai dengan kebutuhan/lowongan formasi di sekolah negeri di Prov. DKI Jakarta.

2.    Sisa guru bantu di DKI Jakarta sejumlah 5.966 mengajar di sekolah swasta yang belum ada kebutuhan/lowongan formasi di sekolah negeri telah diupayakan:
a.      Ditawarkan ke pemerintah daerah BODETABEK, tetapi Pemda masing-masing juga harus mengangkat tenaga honorer guru pada sekolah negeri yang ada di daerahnya.
b.      Ditawarkan ke Pemda di luar Jawa, namun guru bantu yang bersangkutan tidak bersedia.
c.      Ditawarkan kepada Kementerian Diknas agar menampung dalam formasi yang dibutuhkan pada UPT di Kementerian Diknas. Seperti di LPM seluruh Indonesia (belum ada realisasinya).
d.      Ditawarkan kepada Kementerian Agama untuk menampung guru bantu DKI Jakarta, apabila kompetensi yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan guru di sekolah di lingkungan Kementerian Agama (belum terealisasi).

c.       Tenaga honorer yang diangkat oleh Pejabat yang TIDAK berwenang, dibiayai BUKAN oleh APBN/APBD, tetapi bekerja di instansi pemerintah.

Solusinya adalah:
1.      Alternatif/solusi I seleksi administrasi dan ujian (tes) tertulis:
a.       Perlu diminta kepada seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian/Pimpinan Instansi Pemerintah data tentang jenis jabatan, kualifikasi pendidikan dan tempat/unit kerja tenaga honorer.
b.      Setelah diketahui jumlahnya, Men. PAN & RB akan menyampaikan kepada Menteri Keungan agar merencanakan penyediaan anggaran belanja pegawai.
c.       Setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan teknis Kepala BKN maka Men. PAN & RB menetapkan formasi secara nasional dan paling banyak 30% pada masing-masing instansi untuk dialokasikan bagi tenaga honorer.
d.      Pejabat Pembina Kepegawaian/Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan seleksi administrasi dan ujian (tes) tertulis. Penyelenggara ujian (tes) tertulis tenaga honorer dimaksud yang berada di Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh oleh Gubernur selaku wakil pemerintah.
e.       Tenaga honorer yang telah lulus/lolos seleksi administrasi mengikuti ujian (tes) tertulis.
f.        Ujian (tes) tertulis hanya dilakukan 1 (satu) kali dan diikuti oleh sesama tenaga honorer yang bersangkutan untuk mengisi lowongan formasi yang ditetapkan oleh Men. PAN & RB.
g.       Bagi yang dinyatakan lulus ujian (tes) tertulis selanjutnya diajukan pemberkasan ke BKN untuk penetapan NIP sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

2.      Alternatif/Solusi II tidak lolos dari seleksi administrasi dan ujian tertulis:
(1)   Tenaga honorer yang tidak memenuhi persyaratan dan yang tidak lulus seleksi tertulis, apabila tenaganya masih dibutuhkan oleh Instansi Pemerintah (berkinerja baik, berperilaku dan disiplin baik) agar diakomodasi sebagai tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT). Pengaturan mengenai PTT akan dituangkan dalam peraturan pemerintah yang pokok-pokok materinya antara lain:
a.       Tenaga PTT yang sebelumnya telah menjadi tenaga honorer paling kurang telah 1 (satu) tahun pada tanggal 31 Desember 2005 tetapi tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi CPNS dapat diangkat menjadi PTT tanpa tes.
b.      Bekerja pada instansi pemerintah sebagai PTT (Non PNS).
c.       Diberikan penghasilan tidak kurang dari penghasilan PNS dan menjadi beban masing-masing instansi:
1.      Bagi tenaga honorer instansi daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.      Bagi tenaga honorer instansi pusat bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
d.      Diberikan Tunjangan hari Tua (THT).
e.       Diberikan Asuransi Kesehatan.

(2)   Tenaga honorer yang telah memiliki masa kerja paling kurang 1 (satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan tidak memenuhi persyaratan serta tidak lulus ujian tertulis, apabila tenaganya tidak lagi dibutuhkan oleg organisasi/instansi pemerintah, diberikan tunjangan kompensasi.
Ketentuan mengenai besaran kompensasi memperhatikan, antara lain:
a.       Prinsip keadilan antara lain aspek masa kerja.
b.      Memperhatikan kemampuan keuangan masing-masing instansi, dengan ketentuan:
1.      Bagi tenaga honorer instansi daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.      Bagi tenaga honorer instansi pusat bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
c.       Keputusan mengenai besaran tunjangan kompensasi ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan penyelesaian tenaga honorer yang akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah, tetap dilarang mengangkat tenaga honorer atau dengan sebutan lain yang sejenis.
d.      Terhadap usulan Anggota Dewan untuk “Tenaga hohorer yang diangkat oleh pejabat yang TIDAK berwenang, bekerja di instansi BUKAN pemerintah dan dibiayai BUKAN APBN/APBD” perlu diakomodasi dalam proses peneyelesaian tenaga honorer dalam Peraturan Pemerintah ini, maka pemerintah berpendapat tidak dapat dipertimbangkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1.      Bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga negara yang telah memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan (UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian).
2.      Bahwa sesuai Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pasal 24 ayat (1)
“Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan pemerintah”.
Pasal 24 ayat (4)
Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan”.
Kecuali mereka mengikuti seleksi melalui pelamar umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun dengan pendekatan kesejahteraan kami sependapat dengan anggota dewan yang terhormat dan hal tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional dan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru antara lain:
1.      Memberikan tunjangan profesi guru termasuk di sekolah yang diselenggarakan masyarakat/swasta.
2.      Memberikan tunjangan tenaga kependidikan/bantuan sosial termasuk di sekolah yang diselenggarakan masyarakat/swasta.
 


EmoticonEmoticon